Mewujudkan Pemerataan Layanan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang
Kabupaten Pegunungan Bintang yang berada di Provinsi Papua Pegunungan adalah salah satu kabupaten paling sulit diakses di Indonesia. Kabupaten ini dikelilingi oleh pegunungan dengan lereng terjal juga rawa dan sungai yang menyebabkan Pegunungan Bintang sangat sulit untuk dituju. Akses ke setiap distrik tidak bisa dicapai dengan kendaraan darat, penduduk biasanya berjalan kaki hingga berjam-jam untuk mencapai daerah lainnya.
Pesawat kecil bisa jadi pilihan tepat tetapi sayangnya masih sangat terbatas untuk mendukung mobilitas barang dan orang. Oksibil sebagai Ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang saat ini telah memiliki bandara yang bisa didarati oleh pesawat Twin Otter dan ATR 42-500. terdapat 74 bandara kecil di Pegunungan Bintang yang berfungsi untuk menghubungkan setiap distrik yang ada. Distrik terjauh dari Oksibil berjarak sekitar 382 km. Jelas ini adalah tantangan yang sama sekali tidak mudah.
Layanan Kesehatan di Pegunungan Bintang
Tantangan pelayanan kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang bukan hanya dari fasilitasnya saja tetapi juga dari mindset penduduknya yang masih mengesampingkan pelayanan medis. Mereka masih banyak yang mempercayai dukun untuk berobat secara tradisional. Ketika sakit mereka tidak memprioritaskan pergi ke dokter atau faskes. Penduduk juga masih banyak yang meracik obat tradisional untuk meredakan penyakitnya. Ramuan yang diwariskan secara turun temurun dipercaya lebih manjur daripada obat medis.
Kondisi ini semakin pelik tatkala jarak untuk pergi ke Puskesmas juga sangat jauh. Dengan demikian mereka kesulitan untuk menjangkau petugas kesehatan dan sebaliknya petugas kesehatan juga tidak bisa menemui mereka. Distrik dan kampung-kampung mereka terisolir dengan medan yang sangat sulit untuk diakses.
Keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi tantangan sendiri, dokter, apoteker, perawat dan petugas medis lainnya belum sepadan dengan kebutuhan. Putra daerah masih kesulitan untuk mengakses pendidikan dalam bidang kesehatan, kebanyakan dari mereka masih harus melanjutkan studi ke luar pulau. Tidak jarang setelah menyelesaikan studi mereka tidak kembali ke daerah asalnya.
PAFI adalah salah satu organisasi profesi medis yang anggotanya terdiri dari Tenaga Teknis Kefarmasian yang mulai berbenah dan hadir di beberapa tempat terpencil. Pafi kini hadir di Kabupaten Pegunungan Bintang, pafioksibil.org adalah situs yang dikelola pengurus cabang Pafi Pegubin.
Menurut Kementrian Kesahatan RI rasio ideal Tenaga teknis Kefarmasian dengan penduduk adalah 1 berbanding 1000. tetapi di beberapa daerah rasio ini masih jauh dari harapan. Di bagian timur Indonesia rasio TTK masih sangat kecil bahkan hanya 0,01%.
Apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan tenaga farmasi?
- Yang pertama tentunya perlu dilakukan peningkatan jumlah program studi profesi Kefarmasian. Dengan membuka akses pendidikan maka akan semakin banyak tenaga kefarmasian yang dihasilkan.
- Kedua, Untuk mengatasi kesenjangan rasio tenaga kefarmasian maka perlu pemerataan ke seluruh wilayah Indonesia, terutama untuk daerah terpencil dan pelosok.
- Ketiga, Agar semakin banyak yang tertarik untuk jadi tenaga farmasi maka perlu ditingkatkan kesejahteraannya. Seperti gaji yang layak, tunjangan ketika di tempatkan di daerah dan jenjang karir yang jelas.
Dengan hadirnya PAFI di Oksibil harapannya tenaga kefarmasian mengambil peran dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat.